The Azusa Street Revival
The Azusa Street Revival merupakan peristiwa sejarah yang terjadi dalam
kekristenan pada tahun 1900-an di Amerika. Peristiwa ini merupakan gerakan yang
menjadi pemicu bangkitnya kepercayaan orang Kristen akan pentingnya peranan Roh
Kudus dalam hidup orang percaya. Pada akhirnya, peristiwa ini menjadi akar gerakan
Pentakosta dan Kharismatik merupakan gerakan yang berkembang sangat pesat dalam
kekristenan. Dalam perkembangannya, gerakan ini mengalami tantangan yang cukup
berat dari paham kekristenan lainnya. Oleh karena itu, sangat menarik untuk
menelaah historiografi gerakan ini.
A. Historisitas Gerakan Pentakosta dan
Kharismatik
Pada
awalnya, gerakan ini berakar dari
pelayanan sederhana yang dilakukan di Jalan Azusa nomor 312 dengan pimpinan
seorang pendeta, William J. Seymour. Seymour dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1870 di Centerville,
Lousiana, dari pasangan bernama Simon dan Phyllis Seymour, mantan budak, yang
mendidik dirinya sebagai seorang Baptis. Pada masa mudanya, William sering
mendapat penglihatan dari Tuhan, dan dia mempelajari Alkitab dengan rajin.
Pada tahun 1900, dia pindah ke Cincinnati, Ohio, dan
mendaftarkan diri di Sekolah Alkitab Holiness yahg menekankan kekudusan,
kesembuhan ilahi, dan pengharapan akan adanya kebangunan rohani di seluruh
dunia oleh Roh Kudus sebelum kedatangan Tuhan yang kedua kalinya. Kemudian dia
pindah ke Houston, Texas, untuk mencari dan tinggal bersama beberapa saudaranya
yang hilang selama zaman perbudakan.
Pada tahun 1903 sampai 1905, dia menerima beberapa
permintaan untuk berkhotbah di beberapa gereja. Dia juga bertemu dengan seorang
wanita berkulit hitam, Ibu Lucy Farrow, yang mengaku dapat berbahasa lidah saat
menyertai penginjil Charles F Parham. Sebelumnya di Topeka, seorang wanita
bernama Agnes Ozman juga dapat berbahasa lidah, dan Parham menyatakan bahwa
inilah bukti pertama dari kebangkitan kembali Pentakosta. Seymour belum pernah
mengalami hal ini sebelumnya, tetapi dia berkhotbah bahwa hal tersebut akan
tiba. Setelah keluarga Parham dan Ibu Lucy kembali ke Houston, Seymour
bermaksud untuk mempelajari hal ini lebih lanjut. Tetapi Parham, adalah seorang
penganut paham rasisme yang fanatik dan dia tidak mengizinkan Seymour untuk
duduk di kelasnya bersama dengan murid-murid berkulit putih. Jadi, Seymour
memutuskan untuk duduk lorong di depan pintu masuk dan mendengarkan kuliah
Parham. Semua ajarannya sangat berarti bagi Seymour secara teologis, walaupun
dia tidak dapat menyukai paham rasisme Parham.
Suatu hari, Seymour tiba dan berkhotbah mengenai pesan-pesan
Pentakostalnya di sebuah rumah yang dijadikan tempat kebaktian. Setelah sebulan
berdoa dan berpuasa terus-menerus, Roh Kudus turun menguasai sekelompok kecil
jemaat itu. Beberapa orang diantaranya berbahasa lidah pada bulan April 1906.
Peristiwa itu bagaikan api, menyebar sedemikian cepat sehingga begitu banyak
orang datang dan beranda rumah kecil itu menjadi roboh. Akhirnya, para jemaat
harus mencari gedung lain yang lebih besar. Mereka menemukan dan menyewa sebuah
bangunan bekas gereja yang digunakan sebagai gudang di Jalan Azusa nomor 312.
Pada awalnya, dewan pers dan para pemimpin agama menolak
gerakan ini dan menganggap karunia-karunia roh dramatis lainnya -- seperti
penyembuhan, nubuat, dan bahasa lidah -- sebagai suatu lelucon yang patut
dipertanyakan. Tetapi bukan hal ini yang sebenarnya William Seymour tekankan,
dia menekankan betapa pentingnya baptisan Roh Kudus. "Bahasa lidah
merupakan salah satu tanda yang dapat diterima oleh setiap orang yang sudah
dibaptis, tetapi bukan hal ini yang merupakan bukti nyata atas hadirnya Roh
Kudus dalam kehidupan sehari-hari," tulisnya.
Seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2, Seymour
yakin bahwa mujizat sesungguhnya yang terjadi pada hari Pentakosta adalah
tercurahnya Roh Kudus yang penuh kasih ke atas tiga ribu orang dari
"berbagai bangsa di dunia" yang menerima Injil pada hari itu.
Persatuan yang Yesus doakan dalam Yohanes 17, secara dramatis terealisasi di tengah
orang-orang yang sebelumnya merupakan lawan dan orang asing. Karunia bahasa
lidah hanyalah suatu cara untuk berkomunikasi mengenai kasih.
Bagi Seymour, hal terpenting adalah kasih yang dapat
mempersatukan orang-orang berkulit hitam dan putih, dan orang-orang yang
berasal dari Indian, Tiongkok, dan Amerika Selatan. Dia mengatakan bahwa bila
orang-orang tidak mempraktikkan kasih seperti yang tertulis dalam 1 Korintus
13, maka "saya tidak peduli berapa banyak bahasa lidah yang kau miliki,
tidak ada artinya bila engkau tidak dibaptis dalam Roh Kudus". Seymour
berpendapat bahwa darah Yesus menghapuskan garis pembatas perbedaan warna kulit
di gereja Kristus.
Orang-orang berkulit hitam -- satu generasi setelah zaman
perbudakan, yang masih diliputi rasa takut akan ribuan hukuman gantung tanpa
diadili yang menimpa ras mereka-berpelukan dengan saudara dan saudari berkulit
putih di dalam Tuhan di Azusa. Orang-orang berkulit putih merendahkan dirinya
dan meminta orang-orang berkulit hitam untuk "benar-benar" mengurapi
dan berdoa bagi mereka. Bersatunya berbagai ras memesona dan membangunkan
dunia. "Pentakosta" baru, seperti yang mereka sebutkan, bangkit saat
mereka berlutut memuji Tuhan, menyembuhkan rasa takut dan benci, dan secara
sukarela pergi ke kota-kota atau negara-negara lain sebagai misionaris. Banyak
orang yang merasa lebih percaya diri dengan adanya bahasa lidah karena Roh
Kudus membuat mereka mampu untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak
menguasai bahasa Inggris. Dalam waktu dua tahun, gerakan ini berakar di lebih
dari lima puluh suku bangsa di seluruh dunia. Sirkulasi surat kabar yang
diterbitkan Seymour, The Apostolic Faith, mencapai lima puluh ribu eksemplar.
Sesuatu yang agung sungguh-sungguh terjadi dan tidak dapat dipertanyakan.
Tetapi iri hati dan perselisihan menimbulkan perpecahan. Tidak semua orang berkulit putih
menyukai ide-ide yang diucapkan oleh pria rendah hati berkulit hitam yang
pelayanannya bertumbuh sangat cepat ini. Pada akhir Oktober 1906, pengkhotbah
Charles F. Parham orang Texas yang memperbolehkan Seymour duduk di luar kelas
murid-murid berkulit putih -- tiba di Los Angeles. Seymour menyambut dirinya
dengan penuh hormat, tetapi sesaat kemudian tampaklah maksud Parham yang
sesungguhnya. Parham bermaksud untuk mengambil alih Azusa Street Mission. Dalam
khotbah pertamanya, dia menyatakan, "Tuhan sangat mual" menghadapi
persatuan antarras yang terjadi di Azusa. Kemudian istri Parham menjelaskan,
"Di Texas, kau tahu orang-orang kulit berwarna tidak diperbolehkan untuk
berkumpul dengan orang-orang berkulit putih." Parham, adalah seorang
penganut rasisme yang sangat kuat, dan dia secara terbuka mendukung Ku Klux
Klan. Saat itu, dia berhasil membuat lebih dari tiga ratus orang kulit putih
pergi meninggalkan Azusa untuk membentuk kelompok saingan, tetapi pelayanannya
berakhir dengan tidak terhormat karena penangkapan dirinya atas keterlibatannya
dalam skandal seksual.
Wiiliam H. Durham, pemimpin Holiness yang berpengaruh dari
Chicago, pindah ke Los Angeles. Pada awalnya dia tampak ingin bergabung dengan
Seymour, tetapi tidak lama kemudian secara luas mengumumkan tantangan terhadap
beberapa doktrin Seymour sehingga sekitar enam ratus pengikut Seymour (hampir
semuanya berkulit putih) memisahkan diri. Pada akhir 1906, terdapat sembilan aliran Pentakosta di
Los Angeles. Tampak tidak bermasalah, tetapi beberapa di antaranya tidak saling
berhubungan dengan baik. Usaha Seymour untuk mempersatukan berbagai ras tidak
dapat berjalan baik. Di mana-mana terjadi pemisahan diri, dan orang-orang lebih
menekankan pentingnya bahasa lidah serta "tanda-tanda ilahi" lainnya
daripada persatuan sebagai bukti dari baptisan dalam Roh Kudus. Walaupun demikian, gerakan Pentakosta
terus berkembang. Pada tahun 1914, gerakan ini telah ada di setiap kota di
Amerika dengan anggota tiga ribu orang atau lebih dan di setiap tempat di
dunia, mulai dari Iceland sampai Tasmania, dengan dukungan bahan bacaan dalam
tiga puluh bahasa pengantar.
Beberapa aliran besar lainnya tumbuh memisahkan diri dari
Azusa Street Revival. Salah satu contohnya, Pendeta Charles H. Mason yang tiba
pada tahun 1907. Dia merasakan curahan Roh Kudus dan pulang kembali ke Jackson,
Mississippi, untuk membentuk ulang Church of God in Christ. Dia melayani semua
orang, baik berkulit hitam maupun putih. Pada tahun 1914, akibat tingginya
tekanan rasialis, sebagian orang berkulit putih memisahkan diri dan membentuk
aliran Assemblies of God. Tahun demi tahun berlalu dan berbagai aliran
Pentakosta bermunculan, William Seymour dan komitmennya untuk mempersatukan
setiap orang Kristen dari berbagai ras, dilupakan orang. Pelayanan di Jalan
Azusa nomor 312 berlanjut tanpa kepastian sampai akhirnya Seymour meninggal
akibat gagal jantung pada tanggal 22 September 1922. Istrinya terus
mempertahankan usaha pelayanan yang semakin menurun ini, tetapi setelah
kematiannya pada tahun 1936, gedung tempat pelayanan itu disita pada tahun 1938
akibat pajak yang tidak terbayar.
Walaupun demikian, pada tahun 1994 dan 1997, para pemimpin
The Assemblies of God, Church of God in Christ, dan berbagai aliran Pentakostal
dan Karismatik mengadakan pertemuan untuk bersatu dan mengurangi rasisme di
tengah jemaat. Usaha ini membuat para pemimpin berkulit putih bertobat dan
memohon ampun secara formal. Saat itu diadakan perayaan dan baik orang berkulit
putih maupun berkulit hitam saling membasuh kaki. Para ahli sejarah gereja akhirnya mulai berusaha
mewujudkan impian Pendeta William J. Seymour dan pandangannya mengenai
persatuan antarumat Kristen. Pada tahun 1972, Sidney Ahlstrom, seorang ahli
sejarah gereja yang terpandang dari Universitas Yale, mengakui: "Seymour
memberi pengaruh besar dalam gerakan Kristen di Amerika daripada para pemimpin
berkulit hitam lainnya."
B. Tanggapan Terhadap “The Azusa Street Revival”
Berdasarkan
pemaparan tentang peristiwa sejarah “The
Azusa Street Revival” di atas, dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa
peristiwa itu merupakan peristiwa yang luar biasa dan menakjubkan tentunya.
Penulis akan berusaha untuk memberikan tanggapan atas peristiwa tersebut dari
sudut pandang (point of view) tokoh
yang ada di dalamnya yaitu Charles Parham dan William Seymour.
1)
Charles Parham
Charles
Parham adalah seorang penginjil dan pengajar yang dipakai oleh Tuhan. Ketika ia
mendoakan seorang siswinya yang bernama Agnes Ozman, sesuatu yang heran terjadi.
Agnes Ozman dapat berbahasa lidah oleh Roh Kudus. Kemudian, Charles Parham
aktif mengajar dan berkhotbah tentang baptisan Roh Kudus dan karunia berbahasa
lidah bagi orang percaya. Namun sangat disayangkan, bahwa ia adalah seorang
yang rasialis. Ia masih membedakan antara kulit putih dan hitam. Orang yang
berkulit putih lebih berharga dan sebaliknya orang kulit hitam selayaknya
menjadi budak dan tidak memiliki hak untuk bersama-sama dengan orang kulit
putih. Bahkan Seymour tidak diperbolehkan mengikuti perkuliahan dengan duduk
bersama orang kulit putih dalam kelasnya.
Secara
teologis, ia sadar dan mengalami kuasa Roh Kudus dalam diri orang-orang yang
dilayaninya. Ia tahu betapa signifikannya baptisan Roh Kudus dalam hidup orang
percaya. Tetapi secara praktis, ia tidak dapat memperlihatkan kepada orang lain
bagaimana Roh Kudus itu bekerja dalam hidup praktis seseorang dalam hubungan
dengan orang lain/masyarakat. Pada akhirnya, ia harus ditahan karena skandal
seksual.
Menurut
penulis, ia tidak jauh dengan orang Farisi yang mengerti legalitas hukum Taurat
tetapi tidak memiliki kasih. Ia tahu Pribadi Roh Kudus, tetapi tidak
mengalaminya. Yesus sendiri mengatakan: “Pada hari terakhir banyak orang akan
berseru kepada-Ku: ’Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan
mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: ‘aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat
kejahatan” (Matius 7:22-23). Ini menjadi peringatan bagi semua orang yang
mengerti kebenaran tetapi tidak melakukannya.
2)
William Seymour
William
Seymour adalah seorang yang rendah hati.
Meskipun ia ditolak untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Charles
Parham, ia tetap bertekad untuk mengikuti pelajaran dengan duduk di lorong
(luar kelas) sambil menyimak dengan baik segala pengajaran yang baik dari
Charles Parham. Seymour bukanlah tipe orang yang mudah menyerah. Ia mau
melakukan apa saja untuk mendengarkan firman Tuhan. Bahkan ia adalah seorang
yang berhikmat. Memang ia tidak menyukai paham rasisme Parham, tetapi ia tetap
dapat memilah apa yang baik dari penyampaian Parham di kelas.
Tuhan
Yesus sendiri pernah berkata kepada orang banyak tentang pengajaran orang
Farisi, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ragi orang Farisi dan Saduki”
(Matius 16:6). Dengan ketekunannya,
ia tetap melayani dan berkhotbah tentang baptisan Roh Kudus. Satu hal yang
menyentuh saya adalah Seymour
mengatakan bahwa bila orang-orang tidak mempraktikkan kasih seperti yang
tertulis dalam 1 Korintus 13, maka "saya tidak peduli berapa banyak bahasa
lidah yang kau miliki, tidak ada artinya bila engkau tidak dibaptis dalam Roh
Kudus". Seymour berpendapat bahwa darah Yesus menghapuskan garis pembatas
perbedaan warna kulit di gereja Kristus. Pada akhirnya, apa yang
diperjuangkan oleh Seymour berbuah manis. Gereja-gereja Pentakosta dan
Kharismatik setelah dia juga memperjuangkan persatuan tubuh Kristus, baik kulit
putih dan kulit hitam.
C. Kesimpulan
Secara
global, terdapat perbedaan antara pelayan yang berkarakter dan tidak. Seymour
adalah contoh pelayan Tuhan yang memiliki karakter yang sesuai dengan panggilannya,
sebagai hamba Tuhan. Sedangkan Parham
adalah contoh pelayan Tuhan yang tidak berkarakter Kristus. Ia penuh keegoisan, iri hati, dan kedengkian atas Seymour. Tetapi Tuhan
menunjukkan keadilannya bahwa apa yang diajarkan Seymour tentang Roh Kudus,
terus berkembang dengan baik dan menghasilkan perubahan yang luar biasa di
Amerika waktu itu dan dunia saat ini. Orang-orang mulai menyadari pentingnya intervensi
Roh Kudus dalam hidup orang percaya.
Ringkasnya,
orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus akan tampak dari buah kehidupan yang
dihasilkannya. Terobosan-terobosan akan terjadi dalam hidupnya, seperti terobosan sosial, ekonomi, etnis, dsb.
Secara sosial, pribadi yang telah dipenuhi oleh Roh Kudus tidak akan menutup
diri untuk bersosialisasi dengan orang lain dalam kemajemukan masyarakat.
Sebaliknya, ia akan menjadi garam dan terang (Matius 5:13-16). Secara ekonomi,
orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus akan memiliki terobosan baru dalam kehidupan
finansialnya. Ia akan menjadi orang yang diberkati oleh Tuhan, sebab Tuhan
adalah Sang Providentor (Pemelihara) semua orang percaya (Matius 6:33). Dan
orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus tidak lagi terkurung dengan perbedaan ras
yang ada. Ia akan menyadari bahwa Tuhan mencintai semua suku-suku bangsa dan
etnis (hitam atau putih). Hal itulah yang dilakukan oleh William Seymour. Ia
menyadari bahwa Roh Kudus sendiri tidak menghendaki adanya perbudakan atau
rasisme di kalangan gereja Tuhan pada waktu itu.
Setiap
orang percaya harus berdoa kepada Tuhan untuk dapat dipenuhi dengan Roh Kudus.
Roh Kudus yang akan menjadi Penolong, Penghibur dan Pembela (Yohanes 14:26,
15:26, 16:13) dalam segala aspek kehidupan orang percaya.
Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang sangat signifikan bagi kehidupan orang
percaya dewasa ini. Sebab iman Kristen tidak berbicara tentang momentum
seseorang dibaptis air, tetapi perjalanan hidup yang selalu dipenuhi dan
dikuasai oleh Roh Kudus (Efesus 5:18).
Komentar
Posting Komentar