Tinjauan Teologis Terhadap “KESELAMATAN” SEBAGAI FIRST BLESSING, “PENGUDUSAN” SEBAGAI SECOND BLESSING, dan “BAPTISAN ROH KUDUS” SEBAGAI THIRD BLESSING Dalam Perspektif Teologi Kharismatik
Gerakan
Kharismatik telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan sejak akhir abad
ke-20. Secara historis, Gerakan Kharismatik secara langsung dikaitkan dengan
Gerakan Kesucian dari abad ke-19 dan Gerakan Pentakosta dari awal abad ke-20.[1]
Suatu pernyataan lazim yang sering dikaitkan dengan gerakan Kharismatik adalah
“Gelombang Baru”. Sesungguhnya Gerakan Kharismatik berawal dari Gerakan
Montanis[2]
pada tahun 170 M. Setelah Gerakan Montanis, muncullah Gerakan neo-Montanis
seperti “The Shaking Quakers” pada
tahun 1736 lalu kemudian lahirlah Pentakostalisme dan Kharismatisme sebagai puncak
dari gerakan Roh Kudus di zaman akhir.
Pada
tahun 1970, dua buku penting telah dipublikasikan yaitu karya Frederick Dale
Brunner yang berjudul “A Theology of the
Holy Spirit” dan karya James Dunn yang berjudul “Baptism in the Holy Spirit” menimbulkan angin kontroversi antara
Gerakan Kharismatik dan gerakan-gerakan terdahulu.[3]
Angin-angin kontroversi ini bertiup paling kuat pada penafsiran dari “Baptisan
dalam Roh Kudus” yang terjadi pada hari Pentakosta dan yang digunakan dalam
seluruh kitab Kisah Para Rasul. Secara tradisi, gereja telah mengaitkan Baptisan dalam Roh Kudus dengan pertobatan
dan mengidentifikasikannya dengan penyatuan orang percaya dalam tubuh Kristus.[4]
Akan tetapi, bermula dari ajaran termasyur John Wesley tentang pengudusan,
orang-orang Kristen mulai menantang penafsiran ini. Paham Metodis berbicara
bahwa pengudusan (sanctification)
merupakan manifestasi baptisan Roh Kudus dalam diri orang percaya. Di samping
itu, paham Pentakosta memahami baptisan Roh Kudus sebagai pemberdayaan untuk
pelayanan (empowering for service).
Sedangkan yang terbaru, Gerakan Kharismatik kerapkali menafsirkan baptisan
dalam Roh Kudus sebagai aktualisasi pengalaman lanjutan dari Roh Kudus yang
telah diberikan lebih dini dalam pertobatan/konfirmasi.[5]
Dari hal
tersebut diketahui bahwa kontroversi yang terjadi dalam berbagai aliran atau
gerakan kekristenan sejak awal adalah keberagaman penafsiran tentang baptisan
Roh Kudus yang berimbas terhadap doktrin soteriologi dan eskatologi
masing-masing gerakan dalam kekristenan. Hal itu terbukti dengan adanya tahapan-tahapan
keselamatan sebagai first blessing, pengudusan
sebagai second blessing, dan baptisan
Roh Kudus sebagai third blessing. Tahapan-tahapan
itulah yang diyakini oleh gerakan Pentaskosta dan Kharismatik (meskipun ada
sedikit perbedaan di antara keduanya) yang menolak kekristenan statis.
Sebaliknya, aliran Protestan tradisi menolak tegas adanya “berkat kedua” (second blessing) dan “berkat ketiga” (third blessing) tersebut.
Tujuan paper
tulis ini adalah untuk menelaah tahapan-tahapan yang yang mengatakan bahwa
keselamatan sebagai first blessing, pengudusan
sebagai second blessing, dan baptisan
Roh Kudus sebagai third blessing dari
perspektif teologi Kharismatik.
B. KONSEP FIRST BLESSING, SECOND BLESSING, THIRD BLESSING DAN
KEBERATAN-KEBERATANNYA
Gerakan Kharismatik sering juga disebut
Pembaruan Kharismatik (Charismatic
Renewal) atau gerakan Pentakosta Baru (Neopentakostal).[6]
Secara etimologis, istilah “kharismatik” merupakan suatu perkembangan dari
istilah alkitabiah Yunani “kharismata”
yang dipakai untuk karunia-karunia rohani (Rm. 1:11; 12:6; 1 Kor. 12:4, 9, 28,
30; 1 Ptr. 4:10).[7]
Secara historis banyak sebutan yang dapat dikaitkan dengan gerakan Kharismatik
seperti Revival (Kebangunan), Renewal (Pembaruan), Third Wave (Gelombang Ketiga), Charismatic Wave (Gelombang
Kharismatik), Healing (Penyembuhan), Miracles (Mujizat), Sign and Wonders (Tanda dan Mujizat), dan sebagainya.[8]
Jika diamati lebih dalam, gerakan
Pentakosta dan Kharismatik sebenarnya memiliki satu motivasi dan kerinduan yang
baik untuk diikuti oleh semua orang percaya. Hal itu adalah semangat dan
kerinduannya yang sangat tinggi untuk memiliki pengalaman kerohanian yang
dalam. Itulah sebabnya, dalam gerakan tersebut dikenal istilah first blessing, second blessing, dan third
blessing. Dengan perkataan lain, gerakan tersebut menolak satu semangat
kekristenan yang statis, sekadar melakukan rutinitas ibadah tanpa penghayatan
dan tanpa ada kaitannya dengan hidup sehari-hari.
Sehubungan dengan itu, teologi Pentakosta mengajarkan pentingnya pengalaman
kelahiran kembali sebagai pengalaman pertama dalam kekristenan yang sejati.
Selanjutnya adalah pentingnya pengudusan hidup sebagai pengalaman kedua dan
pengalaman baptisan Roh yang ditandai dengan berbahasa lidah sebagai pengalaman
ketiga. Berikut adalah penjelasan singkat tentang konsep first blessing, second blessing, dan third blessing dalam perspektif Pentakosta dan Kharismatik.
1.
Keselamatan Sebagai First Blessing
Kaum Injili sangat menekankan keselamatan atau pembenaran
sebagai satu-satunya berkat dalam hidup orang percaya (The First and The Only Blessings). Sedikit berbeda dengan Gerakan
Pentakosta dan Kharismatik yang mengakui bahwa orang dapat diselamatkan adalah
semata karena iman kepada Yesus Kristus. Gerakan Pentakosta dan Kharistmatik
tidak pernah meniadakan pembenaran (justification)
oleh Yesus sebagai sesuatu yang hakiki dalam iman Kristen. Justru Gerakan
Pentakosta dan Kharismatik menekankannya sebagai “berkat pertama” (first blessing).
2.
Pengudusan Sebagai Second Blessing
Ajaran kesucian dari John Wesley dipengaruhi oleh kaum
Moravian. Kelompok ini pernah memberitakan Injil kepada Wesley. Kaum Moravian
menekankan hidup suci dalam pikiran dan perbuatan supaya Roh Kudus dapat
menetap, sehingga membuahkan kesukaan dan kedamaian sejati. Pengalaman
penyucian orang percaya dari dosa di dalam (inward
sin) dapat memproduksi kasih sempurna kepada Allah dan manusia.[9] Inilah
yang disebut second blessing. Wesley
bukan mengajarkan kesempurnaan bersih dari dosa (sinless perfection), melainkan rindu hidup suci. Kesempurnaan tanpa
dosa hanya terjadi sesudah mati. Penyucian jiwa terjadi melalui koreksi diri,
disiplin rohani, kebaktian, penyembahan, dan hidup dalam kemenangan terhadap
dosa. Kesucian ini dianggap oleh para penganutnya sebagai karya kedua dari
anugerah atau berkat.
Setelah Wesley tepatnya pertengahan abad ke-19 muncullah Gerakan
Kebangunan Besar melalui Charles G. Finney. Bagi Finney, kesempurnaan kasih itu
harus terwujud dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya dalam kehidupan pribadi.
Kemudian, sejak parohan kedua dasawarsa 1860-an, gerakan kesuciaan kembali
bertiup kencang pasca perang dunia kedua oleh William B. Osborn dan John S.
Inskip. Mereka yang bergabung di dalamnya mengakui mengalami penyucian dan
kesempurnaan hidup sebagai “second
blessing” (berkat kedua). Orang-orang yang menerima berkat kedua ini lebih
sungguh-sungguh berdoa, mendapat penglihatan (vision), bermimpi, lalu berkata-kata dengan bahasa Roh. Orang-orang
yang menganut ajaran Holiness yang
mempertahankan ajaran ini mendapat kunjungan Allah melalui baptisan Roh Kudus
dengan berbahasa Roh. Itulah yang kemudian mereka katakan sebagai berkat ketiga
(third blessing).
3.
Baptisan Roh Kudus Sebagai
Third Blessing
Baptisan Roh Kudus mengambil latar belakang peristiwa
Pentakosta di dalam Kisah Para Rasul pasal 2. Alkitab mencatat, saat itu Roh
Kudus turun dan terlihat berupa lidah-lidah seperti nyala api dan ketika para
rasul dipenuhi dengan Roh Kudus, mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa
asing, tujuannya adalah agar Injil yang diberitakan dapat dimengerti oleh
bangsa-bangsa lain yang hadir pada saat itu (Kis. 2:7-13). Hal inilah yang
ditekankan oleh Alkitab ketika berbicara mengenai karya Roh Kudus. Roh Kudus
selalu membawa orang semakin mengenal dan mencintai Firman Tuhan.
Morris Cerullo
menambahkan bahwa tujuan pencurahan Roh Kudus di akhir zaman ini adalah: Pertama, mempersiapkan orang percaya
untuk menyambut kedatangan Kristus. Kedua,
memberikan kuasa kepada tubuh Kristus untuk menggenapi perjanjian rohani di
akhir zaman. Ketiga, menuai panen
besar jiwa. Keempat, memanifestasikan
kuasa dan kemuliaan Allah sebagai kesaksian akhir pada akhir zaman kepada
bangsa-bangsa di dunia.[10]
Keberatan-keberatan Teologi Reformed:
Teologi Reformed percaya bahwa peristiwa
Pentakosta terjadi hanya satu kali untuk menggenapi nubuatan di dalam
Perjanjian Lama seperti apa yang dikhotbahkan oleh Petrus pada saat Pentakosta
(Kis. 2:14). Tetapi inti dari khotbah Petrus bukanlah peristiwa Pentakosta itu
sendiri, melainkan seruan untuk bertobat dan menyerahkan diri untuk dibaptis
dalam nama Tuhan Yesus Kristus (Kis. 2:38). Dengan adanya peristiwa Pentakosta,
maka Roh Kudus telah datang untuk menolong umat pilihan Tuhan dan tinggal diam
bersama kita untuk selama-lamanya (Yoh. 14:16).
Teologi Reformed percaya kepada lima Sola yaitu Sola Scriptura, Solus Christus, Sola Gratia,
Sola Fide, dan Soli Deo Gloria. Artinya, demi kemuliaan Allah, seseorang
diselamatkan hanya karena anugerah melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus
seperti yang dicatat di dalam Alkitab. Di dalam teologi Reformed Roh Kuduslah
yang menurunkan Firman dari surga, baik Firman yang menjadi daging (Tuhan Yesus
Kristus) maupun Firman yang tertulis (Alkitab) dan Roh Kudus jugalah yang
melahirbarukan, memberikan iman pertobatan dan menguduskan hidup umat pilihan.
Sehingga, ketika seseorang mengaku
percaya, “Yesus adalah Tuhan,” itu pun adalah pekerjaan Roh Kudus yang ada di
dalam hati kita (1 Kor. 12:3). Itulah baptisan Roh Kudus yang sejati, manusia
berdosa diciptakan kembali untuk kembali beribadah kepada Penciptanya di dalam
Kristus Yesus.
Pada waktu seseorang menerima
baptisan air sebagai pengakuan iman, sesungguhnya kelima Sola ini oleh Roh
Kudus ditegakkan. Karena itu, teologi Reformed tidak menerima konsep baptisan Roh Kudus seperti yang
dimengerti oleh gerakan Kharismatik. Sehingga bagi teologi Reformed, pengudusan
sebagai second blessing dan baptisan Roh Kudus sebagai third blessing berarti anugerah keselamatan di dalam Kristus tidak
cukup, berarti juga baptisan Roh Kudus harus dilakukan secara berulang-ulang.
Dan baptisan Roh Kudus yang berulang-ulang adalah penghinaan terhadap karya
Allah yang bersifat ‘sekali untuk selamanya’, tuntas, dan cukup.
Karunia berbahasa Roh yang dicatat di dalam I Kor. 12
dan 14 harus dilihat secara menyeluruh. Rasul Paulus menegaskan bahwa
tidak ada gunanya jika bahasa Roh dipraktekkan namun tidak ada seorang pun yang
dapat mengerti artinya. Dan rasul Paulus justru banyak memberikan peringatan
tentang penggunaan karunia bahasa Roh kepada jemaat di Korintus (1 Kor. 14)
karena telah terjadi kekacauan di dalam pertemuan jemaat akibat penggunaan bahasa
Roh yang tidak saling membangun (1 Kor. 14:26), bahkan rasul Paulus juga
memerintahkan jemaat yang berbahasa Roh untuk berdiam diri bila tidak ada orang
yang dapat menerjemahkannya (1 Kor. 14:28).
Di dalam Kisah Para Rasul 2:4, para murid dipenuhi oleh Roh
Kudus sebelum mereka berbicara dalam bahasa-bahasa asing, akan tetapi peristiwa
dipenuhi Roh Kudus tidak harus disertai dengan kemampuan berbicara dalam
bahasa-bahasa asing. Orang yang dipenuhi Roh Kudus mempunyai satu ciri yang
pasti yaitu memuji perbuatan – perbuatan besar yang telah dilakukan Allah (Kis
2:11b) dan akan terus menerus hidup memuliakan Tuhan di dalam pimpinan Roh
Kudus dengan seluruh prinsip-prinsip di dalam Alkitab. Karena itu, orang
Kristen harus senantiasa mempunyai hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Stephen
Tong menggambarkan hidup yang dipenuhi dan dipimpin Roh Kudus seperti sebuah
gelas yang diisi air sampai meluber keluar. Teologi Reformed itulah yang digunakan oleh
gereja-gereja Calvinis dan Presbyterian atau gereja Protestan tradisi.
C. TINJAUAN TERHADAP KONSEP FIRST BLEESING, SECOND BLESSING, DAN
THIRD BLESSING DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI KHARISMATIK
Setelah mengetahui pandangan teologi Reformed tentang konsep first blessing, second blessing, dan third blessing di atas, penulis akan
menelaah konsep tersebut berdasarkan pengajaran Alkitab sebagai firman Tuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab utama perbedaan pendapat berbagai aliran
dalam gereja tentang konsep baptisan Roh Kudus adalah hermeneutika yang berbeda.
Hermeneutika[11] yang sehat merupakan
kebutuhan vital untuk belajar firman Tuhan. Menurut Roy B. Zuck, hermeneutika
adalah “sains sekaligus seni” dalam menafsir Alkitab.[12]
Aliran Protestan tradisi seperti
Calvinis (Presbyterian) menolak ajaran ”second
blessing” karena aliran ini memiliki penekanan pada “pembenaran” oleh
anugerah dan iman saja (sola gratia dan sola fidei). Konsep kental yang
dimiliki oleh kaum Protestan tradisi adalah tidak adanya upaya manusia dalam
hal memperoleh keselamatan. Sebenarnya aliran Pentakosta maupun
Kharismatik tidak pernah menolak konsep keselamatan sebagai anugerah, bahkan
menekankannya. Namun demikian, kaum Pentakosta dan Kharismatik menyadari
pentingnya peran manusia dalam proses kehidupan imannya yang disebut sebagai
“pengudusan” (sanctification).
Baptisan Roh Kudus merupakan baptisan yang memberi kuasa pada
orang percaya dalam beribadah dan melayani dalam penginjilan. Kedatangan Roh
Kudus melalui baptisan roh memimpin kepada penginjilan.[13] Bagi
sebagian orang hal ini mendorong mereka untuk menginjili lebih efektif lagi,
sedangkan bagi sebagian orang yang lain merupakan dorongan untuk menginjili
untuk pertama kalinya. Sama seperti orang Kristen yang dibaptis dalam roh
menerima kemampuan baru untuk berbicara secara bebas kepada Tuhan di dalam
pujian, begitu juga mereka memiliki kemampuan dan keberanian baru untuk
berbicara kepada orang lain tentang Tuhan. Teologi Kharismatik melihat baptisan
Roh Kudus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari orang yang telah diselamatkan
melalui karya Yesus di kayu salib.
Gerakan Kharismatik merupakan gerakan pembaruan dalam Roh
Kudus karena gerakan ini memberikan bukti bahwa Tuhan tetap bekerja di dalam
dan melalui orang-orang dari gereja tradisi yang haus dan lapar akan Tuhan.
Secara umum, gerakan Kharismatik mendorong semua orang percaya untuk memiliki
totalitas hidup bagi kemuliaan nama Tuhan dengan membangun hubungan intim
dengan Tuhan, beribadah, melayani dengan karunia-karunia yang dianugerahkan
oleh Roh Kudus, dan memberitakan Injil kepada orang yang belum menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan penulis di atas, penulis memberikan
kesimpulan bahwa konsep “keselamatan” sebagai first blessing, “pengudusan” sebagai
second blessing, dan “baptisan roh kudus” sebagai third blessing merupakan keyakinan dasar gerakan Kharismatik di akhir zaman
ini. Secara eskatologis, Tuhan berfirman melalui Nabi Yoel bahwa pada hari
akhir, akan terjadi pencurahan Roh Kudus secara besar-besaran di muka bumi ini
(Yoel 2:28). Manifestasi dari karunia-karunia Roh Kudus akan semakin jelas.
Pada saat tubuh Kristus mulai berjalan di dalam kesucian di hadapan Allah,
mereka akan bernubuat, memperoleh mimpi-mimpi rohani dan
penglihatan-penglihatan. Tubuh Kristus akan mengalir di dalam karunia-karunia
Roh.
Secara komprehensif, gerakan Kharismatiklah yang menyadari
akan hal tersebut. Gerakan Kharismatik memberikan penekanan bahwa sebagai tubuh
Kristus, seorang Kristen harus memiliki spiritualitas dan moralitas Kristen yang
sejati sesuai dengan firman Tuhan. Gerakan ini membangkitkan kembali gairah
dalam persekutuan dengan Tuhan, melayani Tuhan, dan pemberitaan Injil yang
mulai ditinggalkan oleh teolog-teolog konvensional yang cenderung memuaskan
pengetahuan yang kering tentang Allah.
Penulis menyarankan agar semua mahasiswa/I yang berlatar
belakang Kharismatik merasa bangga untuk
belajar teologi Kharismatik dan jangan pernah merasa malu. Pada umumnya,
mahasiswa/I teologi memiliki tendensi untuk merasa malu mengakui teologi
Kharismatik apalagi bila diperhadapkan dengan teologi Reformed (Calvinis).
Seharusnya mereka menjadi teolog-teolog masa depan Kharismatik yang dipakai
Allah. Biarlah mahasiswa/I Kharismatik terus belajar dan mendalami keunikan
teologi Kharismatik untuk kemuliaan Allah.
[1] Wilfred J. Samuel, Kristen
Kharismatik, diterj. oleh Liem Sien Kie, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011),
1.
[2] Ibid., 10. Montanisme adalah suatu gerakan profetis yang
dipelopori oleh Montanus (seorang mantan imam dari Cybele di Phrygia). Tekanan
utamanya adalah ucapan-ucapan nubuat yang disampaikan dalam suatu keadaan
ekstasis. Dia juga mengajarkan bahwa Allah berkomunikasi secara langsung lewat
wahyu melalui Roh Kudus.
[3] Roger Stronstad, Theology
Kharismatik Santo Lukas, diterj. oleh Gani Wiyono, (Jakarta: Kharismata Publishers, 1999), 1.
[4] Donald W. Dayton, “Holiness
Movement, America,” dalam The New
International Dictionary of the Christian Church, ed. J.G. Douglas, (Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1974), 475.
[5] Stronstad, Theology
Kharismatik…, 3.
[6] Jan S. Aritonang, Berbagai
Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),
196.
[7] Wilfred J. Samuel, Kristen
Kharismatik, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 3.
[8] Ibid.
[9] Steven H. Talumewo, Sejarah
Gerakan Pentakosta, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2008), 6.
[10] Morris Cerullo, Lima Krisis Utama dan Gelombang Utama Gerakan Roh Kudus di Era Tahun
1990, diterj. oleh Mart, (Surabaya: Yayasan Global Satelitte Network
Indonesia), 177.
[11] W. Gary Crampton, Verbum
Dei, (Surabaya: Momentum, 2008), 105. Bdk. Hasan Sutanto, Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran
Alkitab, (Malang: SAAT, 1989), hal. 2. Akar dari kata ini ditemukan dalam Markus 5:41 yaitu “methermeneuo” yang artinya menerjemahkan
dan dalam 1 Korintus 12:10 yaitu “hermeneo”
yang artinya menerjemahkan atau menafsirkan. Kata ini berasal dari dewa Yunani,
Hermes, yang merupakan kurir dan juru bicara utama para dewa (Kisah Para Rasul
14:12). Menurut Hasan Sutanto, hermeneutika adalah salah satu bagian dari
teologi yang mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip, dan metode-metode
penafsiran Alkitab.
[13] Daniel Ronda, Sistem Berteologi: Seluk Beluk Pengajaran Kristen, (Tangerang:
Matana Bina Utama, 2015), 127.
Casino Game – How to play slots in real money - Dr. MD
BalasHapusFind out what makes the 시흥 출장샵 online slot game industry so extraordinary, 의왕 출장마사지 and why casinos should 강원도 출장마사지 be taking care of players 영주 출장안마 with them. From slot machines to table 경주 출장샵 games to